TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia menegaskan pelemahan rupiah bukan dipicu faktor internal, yakni defisit transaksi berjalan yang melebar. Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Nanang Hendarsah menuturkan rupiah yang melemah disebabkan oleh penguatan dolar AS.
Baca juga: Rupiah Dibuka Melemah di Level Rp 14.080 per Dolar AS
"Penguatan dolar dipicu meningkatnya kekhawatiran pasar terhadap keberlangsungan negosiasi sengketa dagang antara AS dengan Cina serta kegiatan ekonomi di Eropa dan global yang terus merosot," kata Nanang, Selasa, 12 Februari 2019.
Defisit transaksi berjalan pada kuartal IV/2018 mencapai US$9,1 miliar atau melebar hingga 3,57 persen terhadap PDB. Sementara itu, defisit transaksi berjalan tahunannya mencapai 2,98% terhadap PDB atau US$31,1 miliar.
Namun, Nanang mengatakan rupiah melemah bukan karena defisit transaksi berjalan melainkan penguatan dolar AS. Mata uang negeri Paman Sam ini menguat dalam skala global, baik terhadap mata uang utama maupun mata uang negara berkembang.
Meskipun saat ini pembicaraan dagang (trade talk) antara petinggi AS dan China masih berlangsung, sikap 'plin-plan' AS yang terus menekan Huawei membuat pelaku pasar skeptis terkait dengan kesepakatan kedua negara untuk mengakhiri perang dagang.
Euro melemah ke level terendah tahun ini dipengaruhi oleh kekhawatiran pertumbuhan ekonomi regional dan stabilitas politik, sementara poundsterling melemah karena data PDB UK pada kuartal IV/2018 menunjukkan level terendah sejak 2012 dan diperparah oleh ketidakpastian Brexit.
Pergerakan rupiah, Selasa, bergerak melemah 0,34 persen ke level Rp14.081,50 per dolar AS pada penutupan pasar siang ini, pukul 12.00 WIB.
BISNIS